Halaman

    Social Items


Pakar  hadis Ibnu Hajar menyebutkan satu riwayat dari penganut paham di atas yang menyatakan bahwa Nabi Saw. pernah  bersabda bahwa malam qadar sudah tidak akan datang lagi.

Pendapat  tersebut ditolak oleh mayoritas ulama, karena mereka berpegang kepada teks ayat Al-Quran, serta sekian banyak  teks hadis  yang  menunjukkan  bahwa  Lailat  Al-Qadar terjadi pada setiap bulan Ramadhan. Bahkan  Rasululllah  Saw.  Menganjurkan umatnya  untuk  mempersiapkan  jiwa menyambut malam mulia itu, secara khusus pada  malam-malam  ganjil  setelah  berlalu  dua puluh Ramadhan.
.......................
Demikian sabda Nabi Saw.

Memang  turunnya  Al-Quran  lima  belas abad yang lalu terjadi pada malam Lailat Al-Qadar, tetapi  itu  bukan  berarti  bahwa ketika  itu saja malam mulia itu hadir. Ini juga berarti bahwa kemuliaannya bukan hanya disebabkan karena Al-Quran ketika itu turun,  tetapi  karena  adanya  faktor  intern  pada malam itu sendiri.

Pendapat di atas dikuatkan juga dengan penggunaan bentuk  kata kerja  mudhari' (present tense) oleh ayat 4 surat Al-Qadr yang mengandung arti kesinambungan, atau  terjadinya  sesuatu  pada masa kini dan masa datang.

Nah, apakah bila Lailat Al-Qadar hadir, ia akan menemui setiap orang yang terjaga (tidak tidur) pada malam kehadirannya  itu?

Tidak  sedikit  umat  Islam  yang  menduganya  demikian. Namun dugaan itu menurut hemat penulis keliru, karena hal itu  dapat berarti bahwa yang memperoleh keistimewaan adalah yang terjaga baik untuk menyambutnya maupun tidak.  Di  sisi  1ain  berarti bahwa   kehadirannya   ditandai  oleh  hal-hal  yang  bersifat fisik-material,  sedangkan  riwayat-riwayat  demikian,   tidak dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya.

Seandainya,  sekali  lagi  seandainya,  ada  tanda-tanda fisik material, maka itu pun takkan ditemui  oleh  orang-orang  yang tidak    mempersiapkan   diri   dan   menyucikan   jiwa   guna menyambutnya. Air dan minyak tidak mungkin  akan  menyatu  dan bertemu.  Kebaikan  dan  kemuliaan yang dihadirkan oleh Lailat Al-Qadar tidak mungkin akan diraih  kecuali  oleh  orang-orang tertentu  saja.  Tamu  agung  yang  berkunjung ke satu tempat, tidak akan datang menemui setiap orang di lokasi itu, walaupun setiap  orang  di sana mendambakannya. Bukankah ada orang yang sangat rindu atas  kedatangan  kekasih,  namun  ternyata  sang kekasih tidak sudi mampir menemuinya?

Demikian  juga  dengan  Lailat  Al-Qadar.  Itu  sebabnya bulan Ramadhan menjadi bulan kehadirannya, karena bulan  ini  adalah bulan penyucian jiwa, dan itu pula sebabnya sehingga ia diduga oleh Rasul datang pada sepuluh malam terakhir bulan  Ramadhan. Karena,  ketika  itu,  diharapkan  jiwa  manusia yang berpuasa selama dua puluh hari sebelumnya telah mencapai  satu  tingkat kesadaran  dan  kesucian  yang  memungkinkan  malam  mulia itu berkenan mampir menemuinya, dan itu pula sebabnya  Rasul  Saw. menganjurkan sekaligus mempraktekkan i'tikaf (berdiam diri dan merenung di masjid) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

Apabila jiwa telah siap, kesadaran telah  mulai  bersemi,  dan Lailat  Al-Qadar  datang  menemui seseorang, ketika itu, malam kehadirannya menjadi saat qadar dalam  arti,  saat  menentukan bagi  perjalanan sejarah hidupnya di masa-masa mendatang. Saat itu, bagi yang  bersangkutan  adalah  saat  titik  tolak  guna meraih  kemuliaan  dan  kejayaan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Dan sejak saat itu, malaikat akan turun guna  menyertai dan  membimbingnya  menuju  kebaikan  sampai  terbitnya  fajar kehidupannya yang baru kelak  di  hari  kemudian.  (Perhatikan kembali makna-makna Al-Qadar yang dikemukakan di atas!).

Syaikh  Muhammad 'Abduh, menjelaskan pandangan Imam Al-Ghazali tentang kehadiran malaikat dalam diri manusia. 'Abduh  memberi ilustrasi berikut:  

Setiap orang dapat merasakan bahwa dalam jiwanya ada dua macam bisikan, baik dan buruk. Manusia sering merasakan pertarungan antar keduanya, seakan apa yang terlintas dalam pikirannya ketika itu sedang diajukan  ke satu sidang pengadilan. Yang ini menerima dan yang  itu menolak, atau yang ini berkata lakukan dan yang itu mencegah, sampai akhirnya sidang memutuskan sesuatu.

Yang  membisikkan  kebaikan  adalah  malaikat,   sedang   yang membisikkan  keburukan  adalah  setan  atau paling tidak, kata 'Abduh, penyebab adanya bisikan tersebut adalah malaikat  atau setan.  Turunnya malaikat pada malam Lailatul Al-Qadar menemui orang yang mempersiapkan diri  menyambutnya,  menjadikan  yang bersangkutan  akan  selalu  disertai  oleh  malaikat. Sehingga jiwanya selalu terdorong  untuk  melakukan  kebaikan-kebaikan, dan  dia  sendiri  akan  selalu merasakan salam (rasa aman dan damai) yang tak terbatas sampai fajar malam  Lailat  Al-Qadar, tapi  sampai  akhir  hayat menuju fajar kehidupan baru di hari kemudian kelak.

Di atas telah di kemukakan bahwa Nabi Saw. menganjurkan sambil mengamalkan  i'tikaf  di  masjid  dalam  rangka perenungan dan penyucian jiwa. Masjid adalah tempat  suci.  Segala  aktivitas kebajikan   bermula   di  masjid.  Di  masjid  pula  seseorang diharapkan merenung  tentang  diri  dan  masyarakatnya,  serta dapat  menghindar  dari  hiruk pikuk yang menyesakkan jiwa dan pikiran guna memperoleh tambahan  pengetahuan  dan  pengkayaan iman.  Itu  sebabnya  ketika  melaksanakan i'tikaf, dianjurkan untuk  memperbanyak  doa  dan  bacaan  Al-Quran,  atau  bahkan bacaan-bacaan lain yang dapat memperkaya iman dan takwa.

Malam  Qadar  yang ditemui atau yang menemui Nabi pertama kali adalah ketika beliau menyendiri di Gua Hira, merenung  tentang diri  beliau  dan  masyarakat. Saat jiwa beliau telah mencapai kesuciannya,  turunlah  Ar-Ruh  (Jibril)  membawa  ajaran  dan membimbing  beliau  sehingga  terjadilah perubahan total dalam perjalanan hidup beliau bahkan perjalanan hidup umat  manusia. Karena  itu  pula  beliau  mengajarkan  kepada  umatnya, dalam rangka menyambut kehadiran Lailat Al-Qadar  itu,  antara  1ain adalah melakukan i'tikaf.

Walaupun  i'tikaf  dapat dilakukan kapan saja, dan dalam waktu berapa lama saja --bahkan dalam pandangan Imam Syafi'i,  walau sesaat  selama dibarengi oleh niat yang suci-- namun Nabi Saw. selalu melakukannya pada sepuluh hari dan malam terakhir bulan puasa.  Di  sanalah  beliau  bertadarus  dan  merenung  sambil berdoa.

Salah satu doa yang  paling  sering  beliau  baca  dan  hayati maknanya adalah:
Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat, dan peliharalah kami dan siksa neraka (QS Al-Baqarah [2]: 201).

Doa ini bukan  sekadar  berarti  permohonan  untuk  memperoleh kebajikan  dunia  dan kebajikan akhirat, tetapi ia lebih-lebih lagi bertujuan untuk memantapkan langkah dalam berupaya meraih kebajikan dimaksud, karena doa mengandung arti permohonan yang disertai  usaha.  Permohonan  itu  juga  berarti  upaya  untuk menjadikan  kebajikan  dan  kebahagiaan  yang  diperoleh dalam kehidupan dunia ini, tidak hanya terbatas dampaknya di  dunia, tetapi berlanjut hingga hari kemudian kelak.

Adapun   menyangkut   tanda   alamiah,   maka  Al-Quran  tidak menyinggungnya. Ada beberapa hadis mengingatkan hal  tersebut, tetapi  hadis  tersebut tidak diriwayatkan oleh Bukhari, pakar hadis yang dikenal  melakukan  penyaringan  yang  cukup  ketat terhadap hadis Nabi Saw.

Muslim,  Abu  Daud,  dan  Al-Tirmidzi antara lain meriwayatkan melalui sahabat Nabi Ubay bin Ka'ab, sebagai berikut,

Tanda kehadiran Lailat Al-Qadr adalah matahari pada pagi harinya (terlihat) putih tanpa sinar.
Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan,

Tandanya adalah langit bersih, terang bagaikan bulan sedang purnama, tenang, tidak dingin dan tidak pula panas ...

Hadis ini dapat diperselisihkan kesahihannya, dan  karena  itu kita  dapat  berkata  bahwa  tanda  yang  paling jelas tentang kehadiran Lailat Al-Qadar bagi seseorang adalah kedamaian  dan ketenangan.  Semoga  malam  mulia  itu berkenan mampir menemui kita.

AMAZEOF.BLOGSPOT.COM

Malam Lailatul Qadar (Chapter 2)

The Amazing of Islam

Pakar  hadis Ibnu Hajar menyebutkan satu riwayat dari penganut paham di atas yang menyatakan bahwa Nabi Saw. pernah  bersabda bahwa malam qadar sudah tidak akan datang lagi.

Pendapat  tersebut ditolak oleh mayoritas ulama, karena mereka berpegang kepada teks ayat Al-Quran, serta sekian banyak  teks hadis  yang  menunjukkan  bahwa  Lailat  Al-Qadar terjadi pada setiap bulan Ramadhan. Bahkan  Rasululllah  Saw.  Menganjurkan umatnya  untuk  mempersiapkan  jiwa menyambut malam mulia itu, secara khusus pada  malam-malam  ganjil  setelah  berlalu  dua puluh Ramadhan.
.......................
Demikian sabda Nabi Saw.

Memang  turunnya  Al-Quran  lima  belas abad yang lalu terjadi pada malam Lailat Al-Qadar, tetapi  itu  bukan  berarti  bahwa ketika  itu saja malam mulia itu hadir. Ini juga berarti bahwa kemuliaannya bukan hanya disebabkan karena Al-Quran ketika itu turun,  tetapi  karena  adanya  faktor  intern  pada malam itu sendiri.

Pendapat di atas dikuatkan juga dengan penggunaan bentuk  kata kerja  mudhari' (present tense) oleh ayat 4 surat Al-Qadr yang mengandung arti kesinambungan, atau  terjadinya  sesuatu  pada masa kini dan masa datang.

Nah, apakah bila Lailat Al-Qadar hadir, ia akan menemui setiap orang yang terjaga (tidak tidur) pada malam kehadirannya  itu?

Tidak  sedikit  umat  Islam  yang  menduganya  demikian. Namun dugaan itu menurut hemat penulis keliru, karena hal itu  dapat berarti bahwa yang memperoleh keistimewaan adalah yang terjaga baik untuk menyambutnya maupun tidak.  Di  sisi  1ain  berarti bahwa   kehadirannya   ditandai  oleh  hal-hal  yang  bersifat fisik-material,  sedangkan  riwayat-riwayat  demikian,   tidak dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya.

Seandainya,  sekali  lagi  seandainya,  ada  tanda-tanda fisik material, maka itu pun takkan ditemui  oleh  orang-orang  yang tidak    mempersiapkan   diri   dan   menyucikan   jiwa   guna menyambutnya. Air dan minyak tidak mungkin  akan  menyatu  dan bertemu.  Kebaikan  dan  kemuliaan yang dihadirkan oleh Lailat Al-Qadar tidak mungkin akan diraih  kecuali  oleh  orang-orang tertentu  saja.  Tamu  agung  yang  berkunjung ke satu tempat, tidak akan datang menemui setiap orang di lokasi itu, walaupun setiap  orang  di sana mendambakannya. Bukankah ada orang yang sangat rindu atas  kedatangan  kekasih,  namun  ternyata  sang kekasih tidak sudi mampir menemuinya?

Demikian  juga  dengan  Lailat  Al-Qadar.  Itu  sebabnya bulan Ramadhan menjadi bulan kehadirannya, karena bulan  ini  adalah bulan penyucian jiwa, dan itu pula sebabnya sehingga ia diduga oleh Rasul datang pada sepuluh malam terakhir bulan  Ramadhan. Karena,  ketika  itu,  diharapkan  jiwa  manusia yang berpuasa selama dua puluh hari sebelumnya telah mencapai  satu  tingkat kesadaran  dan  kesucian  yang  memungkinkan  malam  mulia itu berkenan mampir menemuinya, dan itu pula sebabnya  Rasul  Saw. menganjurkan sekaligus mempraktekkan i'tikaf (berdiam diri dan merenung di masjid) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

Apabila jiwa telah siap, kesadaran telah  mulai  bersemi,  dan Lailat  Al-Qadar  datang  menemui seseorang, ketika itu, malam kehadirannya menjadi saat qadar dalam  arti,  saat  menentukan bagi  perjalanan sejarah hidupnya di masa-masa mendatang. Saat itu, bagi yang  bersangkutan  adalah  saat  titik  tolak  guna meraih  kemuliaan  dan  kejayaan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Dan sejak saat itu, malaikat akan turun guna  menyertai dan  membimbingnya  menuju  kebaikan  sampai  terbitnya  fajar kehidupannya yang baru kelak  di  hari  kemudian.  (Perhatikan kembali makna-makna Al-Qadar yang dikemukakan di atas!).

Syaikh  Muhammad 'Abduh, menjelaskan pandangan Imam Al-Ghazali tentang kehadiran malaikat dalam diri manusia. 'Abduh  memberi ilustrasi berikut:  

Setiap orang dapat merasakan bahwa dalam jiwanya ada dua macam bisikan, baik dan buruk. Manusia sering merasakan pertarungan antar keduanya, seakan apa yang terlintas dalam pikirannya ketika itu sedang diajukan  ke satu sidang pengadilan. Yang ini menerima dan yang  itu menolak, atau yang ini berkata lakukan dan yang itu mencegah, sampai akhirnya sidang memutuskan sesuatu.

Yang  membisikkan  kebaikan  adalah  malaikat,   sedang   yang membisikkan  keburukan  adalah  setan  atau paling tidak, kata 'Abduh, penyebab adanya bisikan tersebut adalah malaikat  atau setan.  Turunnya malaikat pada malam Lailatul Al-Qadar menemui orang yang mempersiapkan diri  menyambutnya,  menjadikan  yang bersangkutan  akan  selalu  disertai  oleh  malaikat. Sehingga jiwanya selalu terdorong  untuk  melakukan  kebaikan-kebaikan, dan  dia  sendiri  akan  selalu merasakan salam (rasa aman dan damai) yang tak terbatas sampai fajar malam  Lailat  Al-Qadar, tapi  sampai  akhir  hayat menuju fajar kehidupan baru di hari kemudian kelak.

Di atas telah di kemukakan bahwa Nabi Saw. menganjurkan sambil mengamalkan  i'tikaf  di  masjid  dalam  rangka perenungan dan penyucian jiwa. Masjid adalah tempat  suci.  Segala  aktivitas kebajikan   bermula   di  masjid.  Di  masjid  pula  seseorang diharapkan merenung  tentang  diri  dan  masyarakatnya,  serta dapat  menghindar  dari  hiruk pikuk yang menyesakkan jiwa dan pikiran guna memperoleh tambahan  pengetahuan  dan  pengkayaan iman.  Itu  sebabnya  ketika  melaksanakan i'tikaf, dianjurkan untuk  memperbanyak  doa  dan  bacaan  Al-Quran,  atau  bahkan bacaan-bacaan lain yang dapat memperkaya iman dan takwa.

Malam  Qadar  yang ditemui atau yang menemui Nabi pertama kali adalah ketika beliau menyendiri di Gua Hira, merenung  tentang diri  beliau  dan  masyarakat. Saat jiwa beliau telah mencapai kesuciannya,  turunlah  Ar-Ruh  (Jibril)  membawa  ajaran  dan membimbing  beliau  sehingga  terjadilah perubahan total dalam perjalanan hidup beliau bahkan perjalanan hidup umat  manusia. Karena  itu  pula  beliau  mengajarkan  kepada  umatnya, dalam rangka menyambut kehadiran Lailat Al-Qadar  itu,  antara  1ain adalah melakukan i'tikaf.

Walaupun  i'tikaf  dapat dilakukan kapan saja, dan dalam waktu berapa lama saja --bahkan dalam pandangan Imam Syafi'i,  walau sesaat  selama dibarengi oleh niat yang suci-- namun Nabi Saw. selalu melakukannya pada sepuluh hari dan malam terakhir bulan puasa.  Di  sanalah  beliau  bertadarus  dan  merenung  sambil berdoa.

Salah satu doa yang  paling  sering  beliau  baca  dan  hayati maknanya adalah:
Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat, dan peliharalah kami dan siksa neraka (QS Al-Baqarah [2]: 201).

Doa ini bukan  sekadar  berarti  permohonan  untuk  memperoleh kebajikan  dunia  dan kebajikan akhirat, tetapi ia lebih-lebih lagi bertujuan untuk memantapkan langkah dalam berupaya meraih kebajikan dimaksud, karena doa mengandung arti permohonan yang disertai  usaha.  Permohonan  itu  juga  berarti  upaya  untuk menjadikan  kebajikan  dan  kebahagiaan  yang  diperoleh dalam kehidupan dunia ini, tidak hanya terbatas dampaknya di  dunia, tetapi berlanjut hingga hari kemudian kelak.

Adapun   menyangkut   tanda   alamiah,   maka  Al-Quran  tidak menyinggungnya. Ada beberapa hadis mengingatkan hal  tersebut, tetapi  hadis  tersebut tidak diriwayatkan oleh Bukhari, pakar hadis yang dikenal  melakukan  penyaringan  yang  cukup  ketat terhadap hadis Nabi Saw.

Muslim,  Abu  Daud,  dan  Al-Tirmidzi antara lain meriwayatkan melalui sahabat Nabi Ubay bin Ka'ab, sebagai berikut,

Tanda kehadiran Lailat Al-Qadr adalah matahari pada pagi harinya (terlihat) putih tanpa sinar.
Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan,

Tandanya adalah langit bersih, terang bagaikan bulan sedang purnama, tenang, tidak dingin dan tidak pula panas ...

Hadis ini dapat diperselisihkan kesahihannya, dan  karena  itu kita  dapat  berkata  bahwa  tanda  yang  paling jelas tentang kehadiran Lailat Al-Qadar bagi seseorang adalah kedamaian  dan ketenangan.  Semoga  malam  mulia  itu berkenan mampir menemui kita.

AMAZEOF.BLOGSPOT.COM

No comments

Cara Berkomentar Dengan Baik :

1. Tidak Menggunakan Kata-kata Sara DLL
2. Tidak Menghina Atau Melecehkan Moderator Atau Orang Lain
3. Tertib , Dan Menghargai pendapat orang lain
4. Jika Postingan ingin di Copaz (Copy/Paste) , Tolong Izin Dulu OK !!!
5. Tambahan Jika Anda Punya Blog , Dapat Di camtumkan :D

Itulah cara komentar yang baik, mulaila berbuat baik karena baik itu dapat membuat kehidupan kita harmonis !