Halaman

    Social Items

 1435 H



Selamat Tahun Baru bagi kawan-kawan Muslim di Seluruh Dunia. Semoga Tahun Baru ini menjadi tahun yang lebih baik dari sebelumnya, dan segala yang kita impikan dan nantikan dapat terwujud di tahun baru ini. Saya sebagai Umat Muslim, Hamba Allah swt. Berkeinginan agar Blog ini dapat menjadi panutan bagi semua orang. Amin.

AmazingOfIslam_5-01-2013.01-01-1434H

SELAMAT TAHUN BARU HIJRIYAH 1 MUHARRAM 1435 H

Assalamu Alaikum Sahabat muslim. SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA 1434 H. MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN. Untuk postingan hari ini, saya akan membuat kata-kata mutiara yang baik disampaikan kepada teman-teman dan saudara kita saat idul adha datang. Saya selalu ingat akan bapak Mario Teguh, beliau sering membawakan kata-kata bijak tentang kehidupan. Oke.. Kata Mutiara lucu tentang cinta dan persahabatan dalam islam akan kembali dapat kita ucapkan di hari Raya Idul Adha 1434 H. Anda juga bisa jadikan tulisan ini sebagai kata kata pada kartu ucapan lebaran idul adha, dan bisa juga melalui SMS, selain lebih cepat, efektif, dan sangat Murah. Oke, berikut adalah kata-kata mutiara tentang Idul Adha menurut amazeof.blogspot.com. :


  • Ukurlah kemampuan diri kita sendiri, karena makan berlebih akan muntah, dan memikul melebihi kekuatan akan patah... 


  • Manusia sering kali hanya menghitung kesulitannya, bukan kebahagiaannya... 


  • Diam akan lebih baik dari pada berdebat dengan orang-orang bodoh... "Abu Ali bin Miskawaih" 

  • Hanya orang-orang yang berada dalam kebenaranlah orang yang bebas... 


  • Jadikanlah sebuah persaingan menjadi bagian nikmat dari Allah yang bisa membuat diri kita semakin lebih baik dan membuat kita mampu berbuat yang terbaik... 


  • Setiap ada pengalaman pahit akan selalu menghasilkan ketabahan yang akan menutupi semua kelemahan kita... 


  • Tiada ada dan tak mungkin kemuliaan diraih dengan kesombongan. Kemuliaan diraih dengan ketundukkan dan kerendahan hati... 


  • Sungguh tiada manfaat hidup dengan sibuk membicarakan orang lain yang menjadikan kita tidak sempat berbicara dengan jiwa kita sendiri... 


Sekian Kata Kata Mutiara untuk Idul Adha 2013. jangan lupa join ke forum >>>

AMAZEOF.BLOGSPOT.COM©2013

Selamat Hari Raya Idul Adha 1434 H

Abu Umamah r.a. berkata : "Rasulullah S.A.W telah menganjurkan supaya kami semua
mempelajari Al-Qur'an, setelah itu Rasulullah S.A.W memberitahu tentang kelebihan Al-Qur'an."

Telah bersabda Rasulullah S.A.W : Belajarlah kamu akan Al-Qur'an, di akhirat nanti dia akan datang kepada ahli-ahlinya, yang mana di kala itu orang sangat memerlukannya."

Ia akan datang dalam bentuk seindah-indahnya dan ia bertanya, 

" Kenalkah kamu kepadaku?"

Maka orang yang pernah membaca akan menjawab : 

"Siapakah kamu?"

Maka berkata Al-Qur'an : "Akulah yang kamu cintai dan kamu sanjung, dan juga telah bangun malam untukku dan kamu juga pernah membacaku di waktu siang hari."

Kemudian berkata orang yang pernah membaca Al-Qur'an itu : "Adakah kamu Al-Qur'an?"

Lalu Al-Qur'an mengakui dan menuntun orang yang pernah membaca mengadap Allah S.W.T. Lalu orang itu diberi kerajaan di tangan kanan dan kekal di tangan kirinya, kemudian dia meletakkan mahkota di atas kepalanya.

Pada kedua ayah dan ibunya pula yang muslim diberi perhiasan yang tidak dapat ditukar dengan dunia walau berlipat ganda, sehingga keduanya bertanya : 

"Dari manakah kami memperolehi ini semua, pada hal amal kami tidak sampai ini?"

Lalu dijawab : 

"Kamu diberi ini semua kerana anak kamu telah mempelajari Al-Qur'an."

***

Al-Qur'an Sebagai Pembela Di Hari Akhirat

Mencintai karena Allah, Benarkah?
Tak bosan-bosanya saya membahas tema cinta. Selain banyak pelakunya tentu banyak juga korbanya karena ketidakpahamanya. Baiklah pasti teman-teman sering mendengar kalimat aku mencintaimu karena ALLAH. Betul? Benarkah kita mencintai karena Allah? Mari kita bahas sebenarnya apakah kita benar-benar mencintai karena Allah? Jangan-jangan kita berkata mencintai karena Allah tetapi sebenarnya tidak. Seperti yang dilakukan oleh Delisa kecil dalam Novel Hafalan Shalat Delisa yang mengatakan kepada uminya, “Umi, Delisa cinta umi karena Allah” padahal ia mengatakan itu karena ingin diberi cokelat oleh guru ngajinya.


Mencintai karena Allah berarti kita mencintai seseorang karena berlandaskan Allah. Karena kita berlandaskan kepada Allah maka kita mencintai apa yang diperintahkan oleh Allah kepada kita. Jika cinta kita karena Allah, hanya ingin mendapatkan Ridhlo-Nya maka Allahpun akan mencintai kita
“Sesungguhnya Allah SWT pada hari kiamat berfirman : “Dimanakah orang yang cinta mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini Aku akan menaungi dengan menunggu-Ku dihari yang tiada naungan melainkan naungan-Ku” (H.R. Muslim)

Dalam sebuah hadist qudsi juga disebutkan;
Allah swt berfirman, “pasti akan mendapat cinta-Ku orang-orang yang cinta mencintai karena Aku, saling kunjung mengunjungi karena Aku dan saling memberi karena Aku”
Dalam kesempatan ini, pembahasan cinta difokuskan terhadap lawan jenis yang belum halal (belum kita nikahi ^_^)

Adapun beberapa ciri-ciri cinta karena Allah:
  • Memilih mencintai seseorang karena Allah berarti ia memilih karena Allah, yaitu pilihlah agamanya.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Jika datang melamar kepadamu orang yang engkau ridho agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dengannya, jika kamu tidak menerimanya, niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang luas.” (HR. Tirmidzi, hasan)
Mungkin ada yang menyeletuk, Fatimah binti Muhammad, putri jelita Rasulullah pernah menolak lamaran sahabat-sahabat terbaik Rasulullah. Dia pernah menolak laki-laki yang baik agamanya. Bahkan tak hanya baik tapi sangat baik agama dan akhlaknya. Ya tentu kita boleh-boleh saja menolak. Pertanyaanya adalah apakah kita sudah sesholehah Fatimah Binti Muhammad yang pemahaman agamanya dan kesholehahnya langsung dibina oleh Rasulullah?  Tentu hadist tersebut dikelurkan oleh Rasulullah agar bisa menjadi pedoman bagi kita untuk memilih seseorang karena agamanya.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Wanita itu dinikahi karena empat perkara yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang punya agama, engkau akan beruntung.” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1466)
  • Mencintai tak harus memiliki
Jika kita mencintai kemudian orang yang kita cintai ternyata tak membalas cinta kita apakah kita tidak akan menikah karena hanya ingin mencintai dirinya? Sungguh tentu tidak bukan? Karena kita mencintai dan kemudian menikahi karena ingin MENJAGA KEHORMATAN kita, betul? Jika Allah menjauhkan seseorang yang kita cintai, itu berarti Allah sedang mendekatkan kita kepada seseorang yang pantas kita cintai menurut-Nya. Maka janganlah kita bersedih .

La Takhaf Wa La Tahzan. Innallaha Ma’ana “Janganlah kamu takut dan janganlah kamu bersedih hati. Sesungguhnya Allah ada bersama kita”
“Tiga golongan yang Allah pasti akan menolong mereka: budak yang hendak menebus dirinya, seorang yang menikah dengan tujuan menjaga kehormatanya dari perkara-perkara yang diharamkan, dan seorang yang berjihad di jalan Allah.” (HR. An-Nasa’i)

 Bagaimana jika ternyata wanita yang kita cintai meninggal apakah kita juga harus ikut meninggal bunuh diri seperti dalam kisah Romeo dan Juliet? Tentu tidak! Kita mencintai dengan cara yang Allah cinta juga. Bunuh diri bukankah sangat dilarang oleh agama? Tidak mungkin jika kita mencintai karena Allah tetapi kita sendiri melanggar ketentuan-ketentuan Allah.

Inilah doa Rosulullah saat ditinggal istrinya yang paling ia cintai untuk selamanya didunia ini; Khadijah.
“Ya Allah, berilah aku rezeki cinta Mu dan cinta orang yang bermanfaat buat ku cintanya di sisi Mu. Ya Allah segala yang Engkau rezekikan untukku di antara yang aku cintai, jadikanlah itu sebagai kekuatanku untuk mendapatkan yang Engkau cintai. Ya Allah, apa yang Engkau singkirkan di antara sesuatu yang aku cintai, jadikan itu kebebasan untuku dalam segala hal yang Engkau cintai.” (HR. Al-Tirmidi)

Lihatlah dalam doa kalimat terakhir diatas yang berbunyi “Ya Allah, apa yang Engkau singkirkan di antara sesuatu yang aku cintai, jadikan itu kebebasan untukku dalam segala hal yang Engkau cintai”. Arti dari doa tersebut adalah apa yang kita cintai mudah-mudahan menjadi kekuatan kita untuk mencintai hal lain yang Allah cintai dan ketika sesuatu yang kita cintai ternyata diambil oleh Allah maka jadikan hal tersebut menjadi kebebasan kita untuk mencintai hal-hal (sesorang atau sesuatu) lain yang juga Allah cintai. Jika seseorang yang kita cintai diambil oleh Allah maka jadikan ini sebagai kebebasan kita untuk mencintai seseorang lain yang lebih sholeh atau shoehah.
  • Mencintai karena Allah berarti menjalankan segala perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya.
1)     Tidak bersentuhan
Dari Ma’qil bin Yasar RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: “ Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi itu masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR Thabrani dalam Mu’jam Kabir). Dari Aisyah berkata: “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat.” (HR. Bukhari 4891)
2)     Tidak berdua-duan
Barangsiapa yang bermain pada Allah dan hari akhir maka hendaknya tidak berkhalwat (berdua-duan) dengan perempuan bukan mahram karena pihak ketiga adalah setan. (HR. Ahmad)
3)     Tidak berzina (mendekati zina saja jangan)
Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang jelek” (Q. S. Al Isra 32)


jika cintaku padamu karena nafsu,
maka campakkan aku dengan kata-kata terpahit  yang bisa kau ucapkan.

jika cintaku padamu menjauhkanku dari Allah,
maka hinakan aku dengan hinaan yang paling hina yang bisa kau lontarkan.

jika cintaku padamu , meninggalkan agamamu
maka tutuplah hatimu serapat mungkin.

 Namun.

Jika cintaku karena Allah,
Jika cintaku sebagai wujud pengabdianku pada Allah,
Jika cintaku untuk menjaga kehormatanku,
Jika cintaku karena ingin membawamu pada kedekatan dengan Allah,
Jika cintaku karena ingin menjadikan dirimu sebagai ibu bagi anak-anakku,

Jangan kau palingkan wajahmu,
Jangan kau tutupkan hatimu,
Jangan kau campakkan diriku,
Jangan kau sia-siakan aku,
Sesungguhnya Aku Mencintaimu Karena Allah.

Itulah beberapa hal yang mungkin perlu kita perhatikan jika kita meamang mencintai karena Allah. Karena Cinta bukan hanya sekedar kata, bukan hanya pertautan hati dan bukan hanya hasrat luapan jiwa (PADI). Kata Anis Matta Jika cinta kita karena Allah, maka cinta yang lain hanyalah bentuk pengejawantahan cinta kita kepada-Nya. mudah-mudahan yang sedikit ini bermanfaat khususnya bagi saya pribadi dan bagi teman-teman yang sudah mau berkenan membaca. Terakhir semoga kita mencintai karena Allah. Aamiin.


Barakallahufiikum,  Semoga bermanfaat. Banyak senyum dan cinta ^_^

Aku Mencintaimu Karena Allah

Manusia adalah satu spesies makhluk yang unik dan istimewa dibanding makhluk-makhluk lainnya, termasuk malaikat, karena manusia dicipta dari unsur yang berbeda, yaitu unsur hewani / materi dan unsur ruhani / immateri. Memang, dari unsur hewani manusia tidak lebih dari binatang, bahkan lebih lemah darinya.

Bukankah banyak diantara binatang yang lebih kuat secara fisik dari manusia ? Bukankah ada binatang yang memiliki ketajaman mata yang melebihi mata manusia ? Bukankah ada pula binatang yang penciumannya lebih peka dan lebih tajam dari penciuman manusia ? Dan sejumlah kelebihan-kelebihan lainnya yang dimiliki selain manusia.

Sehubungan ini Allah swt berfirman, “Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah.” (QS. An-Nisa, 28).  “Allah telah menciptakan kalian lemah, kemudian menjadi kuat, lalu setelah kuat kalian menjadi lemah dan tua.” (QS. Rum, 54). Masih banyak ayat lainnya yang menjelaskan hal serupa.
Karena itu, sangatlah tidak pantas bagi manusia berbangga dengan penampilan fisiknya, disamping itu penampilan fisik adalah wahbi sifatnya (semata-mata pemberian dari Allah, bukan hasil usahanya).

Kelebihan manusia terletak pada unsur ruhani (mencakup hati dan akal, keduanya bukan materi). Dengan akalnya, manusia yang lemah secara fisik dapat menguasai dunia dan mengatur segala yang ada di atasnya. Karena unsur inilah Allah menciptakan segala yang ada di langit dan di bumi untuk manusia (Lihat surat Luqman ayat 20). Dalam salah satu ayat Al-Qur’an ditegaskan, “Sungguh telah kami muliakan anak-anak Adam, kami berikan kekuasaan kepada mereka di darat dan di laut, serta kami anugerahi mereka rizki. Dan sungguh kami utamakan mereka di atas kebanyakan makhluk Kami lainnya.” (QS. Al-Isra 70).

Unsur akal pada manusia, awalnya masih berupa potensi (bil-quwwah) yang perlu difaktualkan (bil-fi’li) dan ditampakkan. Oleh karena itu, jika sebagian manusia lebih utama dari sebagian lainnya, maka hal itu semata-mata karena hasil usahanya sendiri, karena itu dia berhak berbangga atas lainnya. Sebagian mereka ada pula yang tidak berusaha memfaktualkan dan menampakkan potensinya itu, atau memfaktualkannya hanya untuk memuaskan tuntutan hewaninya, maka orang itu sama dengan binatang, bahkan lebih hina dari binatang (QS. Al-A’raf 170 dan Al-Furqan 42).

Termasuk ke dalam unsur ruhani adalah fitrah. Manusia memiliki fitrah yang merupakan modal terbesar manusia untuk maju dan sempurna. Din adalah bagian dari fitrah manusia.
Dalam kitab Fitrat (edisi bahasa Parsi), Syahid Muthahhari menyebutkan adanya lima macam fitrah (kecenderungan) dalam diri manusia, yaitu mencari kebenaran (haqiqat), condong kepada kebaikan, condong kepada keindahan, berkarya (kreasi) dan cinta (isyq) atau menyembah (beragama).

Sedangkan menurut Syeikh Ja’far Subhani,terdapat empat macam kecenderungan pada manusia,dengan tanpa memasukan kecenderungan berkarya seperti pendapat Syahid Muthahhari (kitab al-Ilahiyyat, juz 1).
Kecenderungan beragama merupakan bagian dari fitrah manusia. Manusia diciptakan oleh allah dalam bentuk cenderung beragama,dalam arti manusia mencintai kesempurnaan yang mutlak dan hakiki serta ingin menyembah pemilik kesempurnaan tersebut.

Syeikh Taqi Mishbah Yazdi, dalam kitab Ma’arif Al-Qur’an juz 1 hal. 37, menyebutkan adanya dua ciri fitrah, baik fitrah beragama maupun lainnya, yang terdapat pada manusia, yaitu pertama kecenderungan-kecenderungan (fitrah) tersebut diperoleh tanpa usaha atau ada dengan sendirinya, dan kedua fitrah tersebut ada pada semua manusia walaupun keberadaannya pada setiap orang berbeda, ada yang kuat dan ada pula yang lemah. Dengan demikian, manusia tidak harus dipaksa beragama, namun cukup kembali pada dirinya untuk menyambut suara dan panggilan hatinya, bahwa ada sesuatu yang menciptakan dirinya dan alam sekitarnya.

Meskipun kecenderungan beragama adalah suatu yang fitri, namun untuk menentukan siapa atau apa yang pantas dicintai dan disembah bukan merupakan bagian dari fitrah, melainkan tugas akal yang dapat menentukannya. Jadi jawaban dari pertanyaan mengapa manusia harus beragama, adalah bahwa beragama merupakan fitrah manusia. Allah Ta’ala berfirman, “Maka hadapkanlah wajahmu kepada din dengan lurus, sebagai fitrah Allah yang atasnya manusia diciptakan.” (QS. Rum 30).

Sekilas Teori-teori Kemunculan Agama
Kaum materialis memiliki sejumlah teori tentang kemunculan agama, antara lain:

1. Agama muncul karena kebodohan manusia.
Sebagian mereka berpendapat, bahwa agama muncul karena kebodohan manusia. August Comte peletak dasar aliran positivisme menyebutkan, bahwa perkembangan pemikiran manusia dimulai dari kebodohan manusia tentang rahasia alam atau ekosistem jagat raya. Pada mulanya periode primitif karena manusia tidak mengetahui rahasia alam, maka mereka menyandarkan segala fenomena alam kepada Dzat yang ghaib.
Namun, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan (sains) sampai pada batas segala sesuatu terkuak dengan ilmu yang empiris, maka keyakinan terhadap yang ghaib tidak lagi mempunyai tempat di tengah-tengah mereka.

Konsekuensi logis teori di atas, adalah makin pandai seseorang akan makin jauh ia dari agama bahkan akhirnya tidak beragama, dan makin bodoh seseorang maka makin kuat agamanya. Padahal, betapa banyak orang pandai yang beragama, seperti Albert Einstein, Charles Darwin, Hegel dan lainnya. Demikian sebaliknya, alangkah banyak orang bodoh yang tidak beragama.

2. Agama muncul karena kelemahan jiwa (takut) 
Teori ini mengatakan, bahwa munculnya agama karena perasaan takut terhadap Tuhan dan akhir kehidupan. Namun, bagi orang-orang yang berani keyakinan seperti itu tidak akan muncul. Teori ini dipelopori oleh Bertnart Russel. Jadi, menurut teori ini agama adalah indikasi dari rasa takut. Memang takut kepada Tuhan dan hari akhirat, merupakan ciri orang yang beragama. Tetapi agama muncul bukan karena faktor ini, sebab seseorang merasa takut kepada Tuhan setelah ia meyakini adanya Tuhan. Jadi, takut merupakan akibat dari meyakini adanya Tuhan (baca beragama).

3. Agama adalah produk penguasa 
Karl Marx mengatakan bahwa agama merupakan produk para penguasa yang diberlakukan atas rakyat yang tertindas, sebagai upaya agar mereka tidak berontak dan menerima keberadaan sosial ekonomi. Mereka (rakyat tertindas) diharapkan terhibur dengan doktrin-doktrin agama, seperti harus sabar, menerima takdir, jangan marah dan lainnya.

Namun, ketika tatanan masyarakat berubah menjadi masyarakat sosial yang tidak mengenal perbedaan kelas sosial dan ekonomi, sehingga tidak ada lagi perbedaan antara penguasa dan rakyat yang tertindas dan tidak ada lagi perbedaan antara si kaya dan si miskin, maka agama dengan sendirinya akan hilang. Kenyataannya, teori di atas gagal. Terbukti bahwa negara komunis sosialis sebesar Uni Soviet pun tidak berhasil menghapus agama dari para pemeluknya, sekalipun dengan cara kekerasan.

4. Agama adalah produk orang-orang lemah   
Teori ini berseberangan dengan teori-teori sebelumnya. Teori ini mengatakan, bahwa agama hanyalah suatu perisai yang diciptakan oleh orang-orang lemah untuk membatasi kekuasaan orang-orang kuat. Norma-norma kemanusiaan seperti kedermawanan, belas kasih, kesatriaan, keadilan dan lainnya sengaja disebarkan oleh orang-orang lemah untuk menipu orang-orang kuat, sehingga mereka terpaksa mengurangi pengaruh kekuatan dan kekuasaannya. Teori ini dipelopori Nietzche, seorang filusuf Jerman.

Teori di atas terbantahkan jika kita lihat kenyataan sejarah, bahwa tidak sedikit dari pembawa agama adalah para penguasa dan orang kuat misalnya Nabi Sulaiman dan Nabi Daud keduanya adalah raja yang kuat.
Sebenarnya, mereka ingin menghapus agama dan menggantikannya dengan sesuatu yang mereka anggap lebih sempurna (seperti, ilmu pengetahuan menurut August Comte, kekuasaan dan kekuatan menurut Nietszche, komunis sosialisme menurut Karl Marx dan lainnya). Padahal mencintai dan menyembah kesempurnaan adalah fitrah.

Perbedaan kaum agamawan dengan mereka, adalah bahwa kaum agamawan mendapatkan kesempurnaan yang mutlak hanya pada Tuhan. Jadi, sebenarnya mereka (kaum Atheis) beragama dengan pikiran mereka sendiri.  Atau dengan kata lain, mereka mempertuhankan diri mereka sendiri.

***

Mengapa Kita Beragama?

“Dasar pertama agama (dîn) adalah mengenal-Nya”.

Perkataan di atas sangat tepat dan pada tempatnya, mengingat banyak orang yang beragama, tetapi tidak mengenal agamanya dengan baik. Padahal, mengenal agama seharusnya berada pada tahapan awal sebelum mengamalkan ajarannya. Tetapi secara realita, keberagamaan sebagian besar dari mereka tidak sebagaimana mestinya. Nah dalam kesempatan ini kami akan memberikan penjelasan tentang mengapa kita beragama dan bagaimana seharusnya kita beragama kita beragama? Sehingga kita beragama atas dasar bashirah (pengetahuan, pengertian dan bukti).

Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah (wahai Muhammad), inilah jalan-Ku. Aku mengajak kepada Allah dengan bashirah (hujjah yang nyata).” (Q.S. Yusuf, 108).

Namun, sebelum menjawab dua pertanyaan di atas, ada baiknya kami terlebih dahulu membicarakan tentang din itu sendiri.

Apa itu din?
Din berasal dari bahasa Arab dan dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 92 kali. Menurut arti bahasa (etimologi), din diartikan sebagai balasan dan ketaatan. Dalam arti balasan, Al-Qur’an menyebutkan kata din dalam surat Al-Fatihah ayat 4, maliki yawmiddin – “(Dialah) Pemilik (raja) hari pembalasan.“  Demikian pula dalam sebuah hadis, din diartikan sebagai ketaatan. Rasulullah saw bersabda, “ad-dinu nashihah (Agama adalah ketaatan).” Sedangkan menurut terminologi Teologi, din diartikan sebagai sekumpulan keyakinan, hukum dan norma yang akan mengantarkan seseorang kepada kebahagiaan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.

Berdasarkan hal di atas, din mencakup tiga dimensi, (1) keyakinan (aqidah), (2) hukum (syariat) dan (3) norma (akhlak). Ketiga dimensi tersebut dikemas sedemikian rupa sehingga satu sama lain saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Dengan menjalankan din, kebahagiaan, kedamaian dan ketenangan akan teraih di dunia dan di akhirat. Seseorang dikatakan mutadayyin (ber-din dengan baik), jika dia dapat melengkapi dirinya dengan tiga dimensi agama tersebut secara proporsional, sehingga dia pasti berbahagia.

Dalam dimensi keyakinan atau aqidah, seseorang harus meyakini dan mengimani beberapa perkara dengan kokoh dan kuat, sehingga keyakinannya tersebut tidak dapat digoyahkan lagi. Keyakinan seperti itu akan diperoleh seseorang dengan argumentasi (dalil aqli) yang dapat dipertahankan. Keyakinan ini pada intinya berkisar pada keimanan kepada Allah dan hari akhirat.

Adapun syariat adalah konsekuensi logis dan praktis dari keyakinan. Mengamalkan syariat merupakan refresentasi dari keyakinan. Sehingga sulit dipercaya jika seseorang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhirat tetapi tidak mengindahkan syariat-Nya, karena syariat merupakan kewajiban dan larangan yang datang dari-Nya.

Sedangkan akhlak adalah tuntutan akal-budi (aqal amali) yang mendorong seseorang untuk mengindahkan norma-norma dan meninggalkan keburukan-keburukan. Seseorang belum bisa dikatakan mutadayyin selagi tidak berakhlak - “la dina liman la akhlaqa lahu.” Demikian pula, keliru sekali jika seseorang terlalu mementingkan akhlak dari pada syariat.

Dari ketiga dimensi din tersebut, keyakinan (aqidah) menduduki posisi yang paling prinsip dan menentukan. Dalam pengertian, bahwa yang menentukan seseorang itu mutadayyin atau tidak adalah keyakinannya. Dengan kata lain, yang memisahkan seseorang yang beragama dari yang tidak beragama (atheis) adalah keyakinannya. Lebih khusus lagi, bahwa keyakinanlah yang menjadikan seseorang itu disebut muslim, kristiani, yahudi atau lainnya.

***

Mengenal Agama